Oleh
: Kuntjojo
A. Alfred Adler sebagai Pendiri Psikologi Individual
Alfred
Adler dilahirkan di Wina pada tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak ketiga.
Ayahnya adalah seorang pengusaha. Sewaktu kecil Adler merupakan anak yang
sakit-sakitan. Ketika berusia 5 tahun dia nyaris tewas akibat pneumonia.
Pengalaman tidak menyenangkan berkaitan dengan kesehatan inilah yang kemudian
mendorong dirinya untuk menjadi dokter. Adler lulus sebagai dokter dari
Universitas Wina tahun 1895.
Adler
memulai karirnya sebagai seorang optalmologis, tetapi kemudian dirinya beralih
pada praktik umum di daerah kelas bawah di Wina, sebuah tempat percampuran
tempat bermain dan sirkus sehingga banyak pasien-nya yang pekerjaannya
sebagai pemain sirkus. Kekuatan dan kelemahan para pemain sirkus inilah yang mengilhami dia
mengembangkan kosep tentang inferioritas dan kompensasi.
Dari praktik umum kedokteran, Adler selanjutnya beralih
pada psikiatri, dan pada tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi
Freud. Kemampuan menonjol yang ada pada Adler menghantar dirinya menjadi ketua
Masyarakat Psikoanalisis Wina (Vienesse Analitic Society) dan
ko-editor dari terbitan organisasi ini.
Meskipun Adler oleh Freud dipercaya untuk
memimpin organisasi psikoana-lisis bukan berarti Adler selalu sependapat dengan
Freud. Dia berani mengkritik pandangan-pandangan Freud. Perbedaan
pandangan-pandangan Adler dan Freud yang tidak bisa mencapai titik temu
kemudian ditindak lanjuti dengan perdebatan antara pendukung kedua tokoh
tersebut yang berakhir dengan keluarnya Adler bersama 9 orang pendukungnya dari
organisasi psikoanalisis. Mereka kemudia mendirikan organisasi yang mereka beri
nama The Society for Free Psychoanalysis pada tahun 1911 dan tahun
berikutnya organisasi ini namanya berubah menjadi The Society for
Individual Psychology (Boeree, 2005 : 149).
B. Psikologi Individual sebagai Aliran Psikologi
Menurut Adler manusia itu dilahirkan dalam keadaan
tubuh yang lemah. Kondisi ketidak berdayaan ini menimbulkan perasaan inferior
(merasa lemah atau tidak mampu) dan ketergantungan kepada orang lain. Manusia,
menurut Adler, merupakan makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan
bersatu dengan orang lain ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama
kesehatan jiwanya. Berdasarkan paradigma tersebut kemudian Adler mengembangkan
teorinya yang secara ringkas disajikan pada uraian berikut.
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memilih nama Individual psychology dengan
harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap orang itu unik dan tidak
dapat dipecah (Alwisol, 2005: 90). Psikologi individual menekankan kesatuan
kepribadian. Menurut Adler setiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif,
sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, dan setiap perilakunya menunjukkan
corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual, yang diarahkan pada
tujuan tertentu.
2. Kesadaran dan Ketidak Sadaran
Adler memandang unitas (kesatuan) kepribadian juga
terjadi antara kesadaran dan ketidak sadaran (Alwisol, 2005 : 92). Menurut
Adler, tingkah laku tidak sadar adalah bagian dari tujuan final yang belum
terformulasi dan belum terpahami secara jelas. Adler menolak pandangan bahwa
kesadaran dan ketidak sadaran adalah bagian yang bekerja sama dalam sistem yang
unify. Pikiran sadar, menurut Adler, adalah apa saja yang dipahami dan diterima
individu serta dapat membantu perjuangan mencapai keberhasilan., sedangkan apa
saja yang tidak membantu hal tersebut akan ditekan ke ketidak sadaran, apakah
pikiran itu disadari atau tidak tujuannya satu yaitu untuk menjadi super atau
mencapai keberhasilan. Jika Freud memakai gunung es sebagai ilustrasi yang
menggambarkan hubungan dan perbandingan antara alam sadar dan alam tak sadar,
Adler memakai ilustrasi mahkota pohon dan akar, keduanya berkembang ke arah
yang berbeda untuk mencapai kehidupan yang sama.
3. Dua Dorongan Pokok
Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok,
yang mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :
a. Dorongan kemasyarakatan, yang
mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain;
b. Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak
untuk kepentingan diri sendiri.
4. Perjuangan ke Arah Superior
Individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang
menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong
agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya. Adler berpendapat
bahwa manusia memulai hidup dengan dasar kekuatan perjuangan yang diaktifkan
oleh kelemahan fisik neonatal (Alwisol, 2005 : 95). Kelemahan fisik
menimbulkan perasaan inferior. Individu yang jiwanya tidak sehat mengembangkan
perasaan inferioritasnya secara berlebihan dan berusaha mengkompensasikannya
dengan membuat tujuan menjadi superioritas personal. Sebaliknya, orang yang
sehat jiwanya dimotivasi oleh perasaan normal ketidak lengkapan diri dan minat
sosial yang tinggi. Mereka berjuang menjadi sukses, mengacu kekesempurnaan dan
kebahagiaan siapa saja. Alwisol (2005: 96) meringkas konsep Adler tentang
perjuangan mencapai tujuan final sebagai kompensasi pribadi dan sebagai minat
sosial dalam diagram alur berikut ini.
5. Gaya Hidup (Style of Life)
Menurut Adler setiap orang memiliki tujuan, merasa
inferior, berjuang menjadi superior. Namun setiap orang berusaha
mewujudkan keinginan tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Adaler
menyatakan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam
berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang bersangkutan
dalam kehidupan tertentu di mana dia berada (Alwisol, 2005 : 97).
Gaya hidup, menurut Adler, telah terbentuk pada usia 4 –
5 tahun. Gaya hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intrinsik
(hereditas) dan lingkungan objektif, tetapi dibentuk oleh yang bersangkutan
melalui pengamatannya dan interpretasinya terhadap keduanya. Bagi Adler, gaya
hidup itu tidak mudah berubah. Ekspresi nyata dari gaya hidup mungkin berubah
tetapi dasar gayanya tetap sama, kecuali individu menyadari kesalahannya dan
secara sengaja mengubah arah tujuannya.
6. Minat Sosial (Social Interest)
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari
hakikat manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku
setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang mengejar
superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai. Bahwa
semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pemabuk, anak bermasalah, dst.,
menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
7. Kekuatan Kreatif Self
Self
kreatif merupakan puncak prestasi Adler sebagai teoris kepribadian (Awisol,
2005 : 98). Menurut Adler, self kreatif atau kekuatan kreatif adalah
kekuatan ketiga yang paling menentukan tingkah laku (kekutatan pertama dan
kedua adalah hereditas dan lingkungan).
Self
kreatif, menurut Adler, bersifat padu, konsisten, dan berdaulat dalam struktur
kepribadian. Keturunan kekmberi kemampuan tertentu, lingkungan memberi imresi
atau kesan tertentu. Self kreatif adalah sarana yang mengolah fakta-fakta dunia
dan menstranformasikan fakta-fakta itu menjadi kepribadian yang bersifat
subjektif, dinamis, menyatu, personal dan unik. Self kreatif memberi arti kepada
kehidupan, menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya.
8. Konstelasi Keluarga
Konstelasi berpengaruh dalam pembentukan kepribadian.
Menurt Adler, kepribadian anak pertama, anak tengah, anak terakhir, dan anak
tunggal berbeda, karena perlakuan yang diterima dari orang tua dan
saudara-saudara berbeda.
9. Posisi Tidur dan Kepribadian
Hidup kejiwaan merupakan kesatuan antara aspek jiwa dan
raga dan tercermin dalam keadaan terjada maupun tidur. Dari observasi yang
telah dilakukan terhadap para pasiennya Adler menarik kesimpulan bahwa ada
hubungan posisi tidur seseorang dengan kepribadiannya (Masrun, 1977 : 43-44).
a. Tidur terlentang, menunjukkan
yang bersangkutan memiliki sifat pemberani dan bercita-cita tinggi.
b. Tidur bergulung
(mlungker), menunjukkan sifat penakut dan lemah dalam mengambil
keputusan.
c. Tidur mengeliat tidak
karuan, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat yang tidak teratur,
ceroboh, dst.
d. Tidur dengan kaki di
atas bantal, menunjukkan orang ini menyukai petualangan.
e. Tidur dilakukan dengan mudah, berarti proses
penyesuaian dirinya baik.
10. Kompleks Inferioritas dan Neurosis
Kompleks inferioritas adalah perasaan yang berlebihan
bahwa dirinya merupakan orang yang tidak mampu. Adler menyatakan bahwa gejala
tersebut paling sedikit disebabkan oleh tiga hal, yaitu : a. Memiliki cacat
jasmani, b. Dimanjakan, dan c. dididik dengan kekerasan (Masrun,
1977 46).
Tanda-tanda bahwa seorang anak mengidap kompleks
inferioritas adalah gagap dan buang air kecil waktu tidur (ngompol). Menurut
pandangan Adler, kompleks inferioritas bukan persoalan kecil, melainkan sudah
tergolong neurosis atau gangguan jiwa, artinya masalah tersebut sama besarnya
dengan masalah kehidupan itu sendiri. Orang yang menunjukkan dirinya penakut,
pemalu, merasa tidak aman, ragu-ragu, dst. adalah orang yang mengidap kompels
inferioritas (Alwisol, 2005 : 162).
11. Perkembangan Abnormal
Adler merupakan tokoh yang menaruh perhatian pada
perkembangan abnormal individu. Gagasan-gagasan Adler (Alwisol, 2005: 99-100)
tentang perkembangan abnormal adalah sebagai sebagai berikut.
Minat sosial yang tidak berkembang menjadi faktor yang
melatar belakangi semua jenis salah suai atau maladjusment Di samping
minat sosial yang buruk, penderita neurosis cenderung membuat tujuan yang
terlalu tinggi, memakai gaya hidup yang kaku, dan hidup dalam dunianya sendiri.
Tiga ciri ini mengiringi minat sosial yang buruk. Pengidap neurosis memasang
tujuan yang tinggi sebagai kompensasi perasaan inferioritas yang berlebihan.
Adler menidentifikasi bahwa ada tiga faktor yang membuat
individu menjadi salah suai, yaitu cacat fisik yang parah, gaya hidup yang
manja, dan gaya hidup diabaikan.
a. Cacat fisik yang parah
Cacat fisik yang parah, apakah dibawa sejak lahir atau
akibat kecelakaan, dan penyakit, tidak cukup untuk membuat salah suai. Bila
cacat tersebut diikuti dengan perasaan inferior yang berlebihan maka terjadilah
gejala salah suai.
b. Gaya hidup manja
Gaya hidup manja menjadi sumber utama penyebab
sebagian neurosis. Anak yang dimanja mempunyai minat sosial yang kecil dan
tingkat aktivitas yang rendah. Ia menikmati pemanjaan dan berusaha agar tetap
dimanja, dan mengembangkan hubungan parasit dengan ibunya ke orang lain. Ia
berharap orang lain memperhatikan dirinya, melindunginya, dan memuaskan semua
keinginannya yang mementingkan diri sendiri. Gaya hidup manja seseorang mudah
dikenali dengan ciri-ciri : sangat mudah putus asa, selalu ragu, sangat
sensitif, tidak sabaran, dan emosional.
c. Gaya hidup diabaikan
Anak yang merasa tidak dicintai dan tidak
dikehendai, akan mengembangkan gaya hidup diabaikan. Diabaikan, menurut Adler,
merupakan konsep yang relatif, tidak ada orang yang merasa mutlak diabaikan.
Ciri-ciri anak yang diabaikan mempunyai banyak persamaan dengan anak yang
dimanjakan, tetapi pada umumnya anak yang diabaikan lebih dicurigai dan
berbahaya bagi orang lain.
12. Kecenderungan Pengamanan
Pandangan Adler tentang neurosis juga dikemukaan
berkenaan dengan kecenderungan pengamanan (Alwisol, 2005 : 101-102). Semua
penderita neurosis berusaha menciptakan pengamanan terhadap harga dirinya.
a. Perbedaan kecenderungan
pengamanan dengan mekanisme pertahanan diri
Konsep kecenderungan pengamanan dari Adler mirip
dengan konsep mekanisme pertahanan diri yang dikemukakan oleh Freud. Keduanya
merupakan gejala-gejala yang terbentuk sebagai proteksi terhadap self atau ego.
Namun ada
beberapa perbedaan antara keduanya.
1) Mekanisme
pertahanan melindungi ego dari kecemasan instinktif, sedang kecenderungan
pengamanan melindungi self dari tuntutan luar.
2) Mekanisme pertahanan
ego merupakan gejala umum yang dapat dialami oleh setiap individu, sedangkan
kecenderungan pengamanan merupakan salah satu gejala neurosis, walaupun mungkin
saja setiap individu, normal atau abnormal, memakai kecenderungan itu untuk
mempertahankan harga diri.
3) Mekanisme pertahanan ego
beroperasi pada tingkat tak sadar, sedangkan kecenderungan pengamanan bekerja
pada tingkat sadar dan tidak sadar.
b. Bentuk-bentuk kecenderungan pengaman
Psikologi individual menganalisis bahwa penderita
neurosis takut tujuan menjadi personal yang dikejarnya terungkap sebagai
kesalahan dan selanjutnya diiuti dengan hilangnya penghargaan dari masyarakat.
Untuk mengkompensasi khayalan ini, individu membangunan kecenderungan
pengamanan, yang bentuknya dapat berupa sesalan, agresi, dan menarik diri
(Alwisol, 2005 : 102-103).
1) Sesalan
Sesalan „ya, tetapi“ (yes, but), dipakai untuk
mengurangi bahaya harga diri yang jatuh karena melakukan hal yang berbeda
dengan orang lain. Sesalan „sesungguhnya, kalau“ (if, only) dipakai
untuk melingdungi perasaan lemah dari harga diri, dan menipu orang lain untuk
percaya bahwa mereka sesungguhnya lebih superior dari kenyataan yang ada
sekarang.
2) Agresi
Penderita neurosis memakai agresi untuk pengamanan
kompleks superior yang berlebihan, melindungi harga diri yang rentan. Adler membedakan agresi menjadi tiga macam,
yaitu depreciation, accusation, dan self-accusation.
a) Depreciation
(merendahkan), adalah kecenderungan meni-lai rendah prestasi orang lain dan
menilai tinggi prestasi diri sendiri.
b) Accusation (menuduh),
adalah kecenderungan menya-lahkan orang lain atas kegagalan yang dilakukannya
sendiri, dan kecenderungan untuk mencari pembalasan dendam, sehing-ga
mengamankan kelemahan harga dirinya.
c)
Self-accusation (menuduh diri sendiri), ditandai dengan
usaha untuk menyiksa diri sendiri dan perasaan berdosa.
3) Menarik diri (withdrawl)
Witdrawl adalah kecenderungan untuk malarikan diri dari kesulitan
berupa tindakan manarik diri dari aktivitas dan ling-kungan sosial. Ada 4 jenis witdrawl, yaitu : moving
backward, satnding-still, hesitating, dan constructing obstacle.
a) Moving backward (mundur), adalah gejala yang
mirip dengan regresi yang dikemukakan Freud, yaitu kembali ketahap perkembangan
sebelumnya.
b) Standing-still
(diam di tempat), mirip dengan konsep Freud, fiksasi. Untuk menghindari
kecemasan akibat kegagalan, individu mengambil keputusan tidak melakukan
tindakn tertentu.
c) Hesitating
(ragu-ragu), berhubungan erat dengan diam ditempat. Ada orang yang bimbang
ketika menghadapi masalah yang dianggap sulit. Mengulur waktu dijadikan cara
untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
d) Constructing obstacle (membangun
penghalang), meru-pakan bentuk menarik diri yang pang ringan, mirip dengan
sesalan ”if, only”. Dalam menghadapi p[ersolana individu menciptakan khayalan
tentang suatu penghalang dan keberhasilan dalam mengatasi persolan tersebut.
<!--[if !supportLists]–>C. Psikologi Individual sebagai Teknik
Terapi
Sebagai seorang psikiater, Adler sehari-harinya
tidak terlepas dari urusan psikopatologi. Dia berpendapat bahwa psikopatologi
merupakan akibat dari kurangnya keberanian , perasaan inferior yang berlebihan,
dan minat sosial yang kurang berkembang (Alwisoal, 2005 : 106). Pandangan
tersebut dijadikan landasan dalam melakukan psikoterapi. Adapun ciri-ciri
psikoterapi Adler adalah sebagai berikut (Alwisol, 2005 : 106-109; Boeree, 2005
: 171-172).
1. Prinsip Psikoterapi
Prinsip yang dipegang Adler dalam melakukan psikoterapi
adalah sebagai berikut :
a. Terapis hendaknya tidak bersikap otoriter terhadap
pasiennya.
b. Terapis hendaknya
secara perlahan-lahan membawa pasiennya ke arah pemahaman akan gaya hidup
pasien yang sebenarnya dan hal ini dilakukan bukan dengan paksaan.
c. Terapis harus memberikan dorongan kepada pasien akan
kesadaran sosial dan memberi kekuatan padanya untuk menjalani kehidupan sosial.
2. Tujuan Psikoterapi
Tujuan utama psikoterapi Adler adalah meningkatkan
keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat
sosial pasien. Adler menyadari bahwa tugas ini tidak mudah karena pasien atau
klien berjuang untuk mempertahankan keadaannya sekarang, yang dipan-dangnya
menyenangkan.
3. Teknik-teknik Terapi
Seperti halnya Freud dan Jung, dalam melakukan
psikoterapi, Adler juga menggali masa lalu dan melakukan analisis terhadap
mimpi pasien untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang kepribadian
pasien (Alwisol, 2005: 108-109).
a. Menggali masa lalu (early recollection)
Adler
berpendapat bahwa ingatan masa lalu seseorang selalu konsisten dengan gaya
hidupnya sekarang, dan pandangan subjektif yang bersangkutan terhadap
pengalaman masa lalunya menjadi petunjuk untuk memahami tujuan final dan gaya
hidupnya. Oleh karena itu Adler berusaha mengungkap faktor penyebab gangguan
jiwa dengan mempelajari masa lalu pasien terutama pada kanak-kanak.
b. Analisis mimpi
Menurut Adler, gaya hidup seseorang juga terekspresikan
dalam mimpi. Adler menolak pandangan Freud bahwa mimpi adalah ekpresi keinginan
masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas keinginan yang tidak diterima
ego, tetapi merupakan bagian dari usaha si pemimpi untuk memecahkan masalah
yang tidak disenangi atau masalah yang tidak dikuasainya ketika sadar.
Mimpi, menurut Adler, adalah usaha dari ketidak sadaran
untuk menciptakan suasana hati atau keadaan emosional sesudah bangun nanti,
yang bisa memaksa si pemimpi melakukan kegiatan yang semula tidak dikerjakan
(Alwisol, 2005: 109).
Okeh deh gan :)
BalasHapus